Menebak Niatan

Table of Contents

Basineng, sepertinya kau sangat lelah. Entah kerumitan apa yang sedang berputar di dalam kepalamu. Kerumitan yang membuat sore yang biasanya dipenuhi dengan kelakarmu, kini hanya berisikan helaan nafasmu yang berat.

"Kita tidak pernah tahu dan tidak akan pernah bisa menebak apa yang ada dalam niatan seseorang ketika mereka melakukan sesuatu hal." Ucapmu. Kalimat pertama yang akhirnya ku dengar setelah hampir dua jam kau terdiam di teras rumah sore itu.

"Bukannya kita bisa memprediksi perilaku seseorang dengan melihat kebiasaan mereka Basineng? Dengan melihat bagaimana biasanya mereka bereaksi terhadap sesuatu hal, melihat bagaimana mereka merespon terhadap kondisi yang terjadi di sekitar mereka?" Timpalku.

Kau kembali terdiam agak lama, dahimu berkerenyit, yang kutahu itu adalah pertanda kau sedang berpikir keras. Mungkin kau sedang menyulam kalimat-kalimatmu dengan rapi agar aku bisa paham. Kau tahu aku kadang tidak sepintar dirimu dalam memahami hal-hal seperti ini.

"Kita memang bisa memprediksi perilaku seseorang, tapi tidak dengan intensi mereka dalam melakukan hal tersebut. Dan yang terpenting dari sebuah perilaku adalah niatan yang tersembunyi di dalamnya. Kau bisa saja melihat orang-orang yang dengan tersenyum membagikan hadiah kepada orang-orang yang membutuhkan tapi tidak bisa mengetahui apa niatan mereka yang sebenarnya. Niat, bukan apa yang mereka ucapkan, tapi apa yang bersembunyi dan bersemayam dalam hati mereka. Niatan mereka yang sesungguhnya." Lanjutmu dengan panjang lebar. Kau berhenti sejenak lalu meneguk teh yang mungkin sudah dingin.

"Terkadang banyak orang yang memoles niatnya dengan kalimat-kalimat indah nan menawan hanya untuk menyembunyikan niatan mereka yang sebenarnya." Ucapmu.

"Tapi kenapa kau begitu peduli dengan apa yang menjadi niatan seseorang Basineng? Bukannya itu bukanlah sesuatu yang bisa kita kendalikan? Niatan adalah konsep komunikasi antara hati dan Tuhan. Hanya si pemilik hati dan Tuhan yang tahu niatan sebenarnya dari apa yang mereka lakukan. Ketika kau memaksa untuk mau memahami niatan seseorang, bukannya itu hanya akan membawamu pada kegelisahan yang tak berujung, antara dirimu sendiri dan asumsi yang berputar di dalam kepalamu? Mengapa repot-repot menyusahkan diri?" Balasku.

"Entahlah, aku hanya sedang bingung kawan." Jawabmu. 

"Aku hanya sedang memikirkan hal-hal yang baru saja terjadi disekitarku. Siapa sangka terkadang manusia dengan bibir yang selalu basah dengan kalimat-kalimat tuhan ternyata memiliki hati yang didekap gelap. Mereka melakukan hal-hal yang mengagumkan, namun merendahkan yang lain setelah mereka berhasil. Namun, sulit untuk kutegur, karena mereka memolesnya dengan kalimat dan isyarat yang begitu lembut dan menawan." Lanjutmu.

"Basineng, bagaimana kau bisa memastikan bahwa niatan mereka itu jahat? Bisa saja mereka hanya sedang memberimu perbandingan untuk hal-hal yang mungkin bisa kau perbaiki nantinya jika melakukan hal serupa? Bagaimana bisa kau menilai bahwa hati mereka sedang dipeluk gelap? Bukan asumsimu yang jahat?" jawabku menimpali kalimat-kalimatmu.

"Entahlah, hanya intuisiku. Aku hanya bingung." Ucapmu.

"Basineng, terkadang kita bisa berasumsi karena melihat pola sikap dan perilaku mereka. Tapi, jangan menyandarkan asumsimu hanya kepada data kuantitatif pola sikap dan perilaku itu. Ingat, bahwa manusia itu penuh dengan ketidak pastian, bahkan dari sikap dan perilaku mereka. Kita tidak tahu kapan Tuhan membolak-balikkan hati seseorang dan mengubah mereka hanya dalam satu malam. Berhati-hati boleh, tapi jangan kau tenggelamkan dirimu dalam asumsi dan prasangka terhadap apa niatan seseorang dalam melakukan sesuatu." Aku menjelaskan dengan sedikit panjang.

Kau terdiam lama. Lalu kembali meneguk teh dingin yang sisa setengahnya. Kau lalu berdiri dan berbalik masuk tanpa mengatakan apapun. 



Post a Comment