Dunia dalam Layar
Table of Contents
“Basineng, berhentilah menggerutu tentang polemik bangsa.” Tegurku disuatu sore basah, hujan tak henti-hentinya tumpah dari langit, ditambah angin yang senantiasa mengawal tiap tetes hujan, seolah menjamin agar ia jatuh lebih cepat dan lebih keras dari biasanya.
“Lalu aku harus abai?” Ucapmu,
“Bukan, aku cuma memintamu untuk berhenti menggerutu, toh, kau tidak membuat keadaan lebih baik dengan menggerutu.” Jawabku sembari menyusun buku-buku yang semenjak kemarin berserakan seolah tak bertuan.
“Terlalu rumit, penuh paradoks, seperti benang kusut yang tak mampu diurai.” Lanjutmu sambil membantuku memunguti satu persatu buku dilantai.
“Tak ada kusut yang tak bisa terurai Basineng, cuma, waktu yang dibutuhkan mungkin lebih panjang” kataku lagi.
“Aku pesimis.” Jawabmu singkat.
“Tentang?”
“Orang-orang baik disekitar kita.”
“Kau keliru jika menggeneralkan segala sesuatu dan hanya bertumpu pada satu kejadian. Generalisasi suatu pola tidak sedangkal itu. Realitamu tertutupi oleh banyak berita-berita hoax disekitarmu. Padahal, kita punya banyak orang-orang yang baik dan peduli dengan bangsa ini” Ucapku.
“Kau hanya perlu melihat dunia lebih luas, lebih dari sekedar membacanya lewat media sosial, tempat dimana kebohongan dan kebenaran bercampur jadi satu dan susah untuk dipisahkan.” Lanjutku begitu melihat ekspresimu yang seperti kurang sepakat dengan yang sebelumnya kukatakan.
“Ya, dunia lebih baik jika kau melihatnya langsung, bukan sekedar dari layar laptop atau hpmu Basineng.” Aku menutup pembicaraan kita, buku-buku masih belum rapi tersusun.
1 comment