Sore-Percakapan-Pragmatis
Table of Contents
Kau harus belajar membuka diri, memelihara harga diri yang berlebihan hanya akan membuatmu menjadi bukan siapa-siapa. Ketika kau merasa sebagai segalanya, saat itu pula kau sesungguhnya menjadi bukan apa-apa.
Dingin masih tersisa dari guyuran
hujan sore ini, genangan air dan suara katak bersahutan mengiringi tangis
langit yang sudah mereda seakan menyambut kembali sinar matahari yang menyusur
dari celah-celah awan yang kembali putih. Percakapan kembali terdengar, dibalik
pintu kecil ruang perpustakaan yang sepi, laki-laki itu hanya seorang diri, dan
sedang bercakap dengan bayangannya sendiri, kebiasaan yang menjadikannya
menjadi sosok aneh yang suka menarik diri dari hiruk pikuk diseminasi.
“Rasa sombong itu tak akan membawamu kemana-mana, ia hanya
membuatmu seolah-olah melampaui yang lain padahal kenyataannya kamu sedang
jalan ditempat.” Ucapnya.
“Aku tak pernah merasa
seperti itu, aku tak pernah sombong, hanya membatasi diri dari interaksi yang
menurutku tak membawa keuntungan buatku.” Ujar bayang imaji dibalik cermin.
“Sejak kapan kau menjadi sosok yang pragmatis ?” ucapku
kembali.
“Pragmatis ? aku hanya tidak mau membuang-buang waktuku. Aku malas
berada dalam hiruk pikuk yang menjemukan, berpura-pura tersenyum dan sedikit
membohongi diri agar menyukai apa yang mereka lakukan. Aku malas melakukan itu.”
“Berpura-pura ? membuang waktu ?
apa arti berinteraksi dan membangun komunikasi menurutmu ? apa hanya sekedar
basa basi yang dilakukan hanya ketika kita membutuhkan sesuatu dari mereka ?”
“Aku juga tak pernah
bermaksud seperti itu, Cuma aku selalu mendapatkan benturan dalam mencari
alasan ketika harus berpanjang lebar bersama mereka dan membicarakan sesuatu
yang menurutku tidak begitu penting.”
“Kau harus belajar membuka diri, memelihara harga diri yang
berlebihan hanya akan membuatmu menjadi bukan siapa-siapa. Ketika kau merasa
sebagai segalanya, saat itu pula kau sesungguhnya menjadi bukan apa-apa.”
“Membuka diri, aku
bahkan merasa sulit untuk berdamai dan bercakap dengan diriku sendiri. Apalagi harus
memaksakan diri untuk membuat percakapan panjang dengan mereka.”
“Kau hanya harus belajar, sedikit demi sedikit. Karena akan
ada masa dimana kau tidak berdaya dan membutuhkan mereka. Untuk memanggulmu berdiri
dari lubang yang mengurungmu dalam kesendirian.”
“Untuk saat ini aku
masih nyaman seperti ini. Iya, aku masih merasa sangat nyaman.”
“Kau yakin ?”
“Iya”
“Sampai kapan ?”
“Entahlah…”
Percakapan berhenti, gerimis kembali memulai pestanya,
membasahi bumi sedikit demi sedikit dan semakin lama semakin keras, dan ia pun
berganti menjadi hujan. Dingin.
Post a Comment